BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehamilan
merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap pasangan suami
istri. Setiap kehamilan diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat dan sempurna
secara jasmaniah dengan berat badan yang cukup. Masa kehamilan adalah salah
satu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon ibu dan bayi yang di
kandungnya membutuhkan gizi yang cukup banyak. (Depkes RI, 2004). Kekurangan gizi pada pertumbuhan janin akan
mengakibatkan beberapa keadaan seperti Kekurangan Energi Protein (KEP), anemia.
Salah
satu komplikasi kehamilan yang mempengaruhi status kesehatan ibu dan tumbuh
kembang janin adalah Hyperemesis Gravidarum dimana kejadian ini dapat dideteksi
dan dicegah pada masa kehamilan, mual dan muntah merupakan gangguan yang paling
sering dijumpai pada kehamilan trimester I sekitar 60 – 80 % pada primigravida
dan 40 – 60 % pada multi gravida (Wiknjosastro, 2006).
Mengingat bahaya Hyperemesis
Gravidarum yang cukup banyak dan sering tidak diketahui dan diperhatikan ibu
hamil karena dianggap sebagai hal yang wajar pada kehamilan muda dan tanpa
disadari komplikasi tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan ibu dan janin
bahkan dapat menyebabkan kematian ibu.
Tingginya angka anemia pada ibu
hamil mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka bayi lahir dengan bayi
berat lahir rendah di Indonesia yang diperkirankan mencapai 350.000 bayi setiap
tahunnya. Oleh karena itu, penanggulangan anemia gizi menjadi salah satu
program potensial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang telah
dilaksanakan pemerintah sejak pembangunan jangka panjang.
Salah satu sasaran yang
ditetapkan pada Indonesia sehat 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal.
Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah besar
di negeri ini. Pasalnya, angka kematian ini menunjukan gambaran derajat
kesehatan di suatu wilayah, sebagai gambaran indeks pembangunan manusia
Indonesia. Angka Kematian Ibu di Indonesia paling tinggi di Asia tenggara 307/100.000
kalahiran. Sementara Indonesia menetapkan target AKI 125/100.000 pada 2015.
Karena itu, profesi bidan dalam pelayanan kesehatan
sangat penting terutama pada kehamilan yaitu mempersiapkan fisik dan mental ibu
dan pasangannya dalam menghadapi persalinan dan kehadiran bayi di tengah-tengah
keluarga, dengan menggunakan manajemen kebidanan yaitu, metode pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak mencakup pemberian asuhan kepada individu,
keluarga dan masyarakat
serta menekan Angka Kematian Ibu tersebut.
Angka kematian ibu (kematian ibu yaitu
sejak masih hamil sampai 42 hari setelah persalinan) menurut WHO diperkirakan paling sedikit 600.000 ibu
meninggal per tahun. Kematian ini merupakan akibat
langsung dari kehamilan dan persalinan. Di Indonesia masih terdapat 18.000 ibu
yang meninggal setiap tahun akibat komplikasi hamil dan melahirkan. Dari hasil
penelitian yang di lakukan di seluruh
dunia bahwa 99 % dari seluruh kematian ibu terjadi di negara sedang berkembang termasuk di
Indonesia, dan bagi Negara maju pesat maka kematian ibu sangat sedikit atau
hampir tidak ada. Hal ini memberi kejelasan bahwa setiap kematian ibu
sesungguhnya dapat dihindari atau dicegah.
Penyebab utama kematian ibu di
Indonesia: perdarahan sebanyak 45,2 %, eklampsia 12,9 %, komplikasi aborsi 11,1
%, sepsis post partum 9,6 %, persalinan 6,5 % anemia 1,6 % lain- lain termasuk
penyebab tak langsung 14,1 %.
Mortalitas
dan morbiditas pada wanita hamil adalah masalah besar di Negara berkembang. Di negara miskin
sekitar 25 – 50 % kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan
dengan kehamilan. Kematian saat
melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas utama wanita muda pada masa
puncak produktivitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 580.000 ibu
pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin (Saifuddin A. B, 2000).
Sasaran yang
ditetapkan untuk tahun 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu untuk mencapai
sasaran tersebut ditetapkan pedoman operasionalisasi strategi antara lain adanya
Making Pregnancy Safer (MPS), yang merupakan salah satu strategi nasional agar
kehamilan dan persalinan berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan sehat (Saifuddin
A. B, 2000).
1.2 Rumusan
masalah
Ruang lingkup permasalahan yang di paparkan dalam makalah
ini meliputi :
·
Apa definisi dari hyperemesis gravidarum, anemia dan
abortus ?
·
Apa penyebab atau etiologinya ?
·
Apa manifestasi klinis pada penderita hyperemesis gravidarum, anemia dan abortus?
·
Bagaimana penatalaksana penderita hyperemesis
gravidarum, anemia dan abortus?
·
Bagaimana diagnostic penderita hyperemesis
gravidarum, anemia dan abortus?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang asuhan kebidanan dengan
komplikasi, kelainan, penyakit dalam masa kehamilan trimester I dan II selain
itu untuk mengetahui penyebab dan gejala yang ditimbulkan oleh penderita.
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan
masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya
ilmiah lainnya.
1.4.2 Bagi mahasiswa
1.
Agar dapat menambah wawasan mengenai
anemia kehamilan, hyperemesis gravidarum dan abortus pada wanita sehingga dapat
menerapkan dilapangan.
2.
Agar dapat meningkatkan pengetahuan
bagi calon tenaga bidan (mahasiswa kebidanan) yang nantinya dapat menjadi bekal
ilmu untuk bekerja secara professional sebagai tenaga paramedis.
1.5 Metode penulisan
Metode pengumpulan data yang kami
gunakan yaitu dengan metode kepustakaan yaitu dengan membaca dan mengutip dari
beberapa buku serta mengunduh gambaran
dari internet yang berhubungan dengan anemia kehamilan, hyperemesis gravidarum
dan abortus.
Bab
II
Tinjauan
Teori
HYPEREMESIS GRAVIDARUM
A.
Definisi
Hyperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan
pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan
umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Sinopsis Obstetri : 195)
Hyperemesis
Gravidarum adalah keadaan dimana seorang dimana seorang ibu memuntahkan segala
apa yang dimakan dan yang diminum sehingga berat badan sangat turun, turgor
kulit kurang, timbul aseton dalam kencing (Manuaba, 1998).
B.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian adalah 2 per
1000 kehamilan. Beberapa faktor yang telah ditemukan yaitu :
a.
Faktor presdisposisi yang sering
dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi
yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan faktor
hormon memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon khoroniak
gonadotropin dibentuk berlebihan.
b.
Faktor organik masuknya
vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil
serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan, ini merupakan
faktor organik. Alergi sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap
anaknya juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
c.
Faktor psikologi memegang peranan
penting pada penyakit ini, rumah tangga retak, kehilangan pekerjaan, takut
terhadap kehamilan dan persalinan. Takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,
dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai
ekspresi terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran
hidup (Wiknjosastro, 2005).
d.
Hubungan psikologik dengan Hyperemesis
Gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru,
sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah (http//www.medika.blogspot.com.
Diakses 27 Mei 2011).
e.
Faktor endokrin lainnya :
hipertiroid, diabetes dan lain – lain
C.
Gejala dan tingkat
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis
gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bisa lebih dari 10x
muntah, akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai
hiperemesis
a.
Tingkat I : ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau
makan, berat badan turun dan rasa nyeri
diepigastrium, nadi sekitar 100x/menit, tekanan darah turun, turgor kulit
kurang, lidah kering, dan mata cekung
b.
Tingkat II : sedang
Mual dan muntah yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita
lebih parah, lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor,
nadi kecil dan cepat, suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan
turun, mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi, dapat
pula terjadi asetonuria dan dari nafas keluar bau aseton
c.
Tingkat III : berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampai
koma, nadi kecil halus dan cepat, dehidrasi hebat, suhu badan naik dan tensi
turun sekali, ikterus, komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada
susunan saraf pusat (ensefalopati wernikel) dengan adanya : nistagmus, diplopia,
perubahan mental
D.
Patologi
Dari otopsi wanita
yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh keterangan bahwa terjadi
kelainan pada organ – organ tubuh sebagai berikut :
a.
Hepar : pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak
sentrilobuler tanpa nekrosis
b.
Jantung : jantung atrofi, kecil dari biasa, kadang kala dijumpai
perdarahan sub-endokardial
c.
Otak : terdapat bercak perdarahan pada otak
d.
Ginjal : tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuh kontorti
E.
Patofisiologi Hyperemesis Gravidarum
Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari
meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester I.
Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari
sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung (Wiknjosastro,
2005).
Hyperemesis
gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila
terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini
hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan
faktor utama, di samping pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita sebelum
kehamilan yang sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan
mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat (Wiknjosastro, 2005).
Hyperemesis gravidarum ini dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya
asam aseton - asetik, asam hidroksi buitirik dan aseton dalam darah. Kekurangan
cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi,
sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah
turun, demikian pula khlorida kemih. Selain itu, dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jantung berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan
tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya eksresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah yang lebih banyak,
dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit untuk dipatahkan.
Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi
robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung dengan akibat perdarahan
dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan
operatif (Wiknjosastro, 2005).
F.
Diagnosis
Hyperemesis Gravidarum
Menetapkan kejadian Hyperemesis gravidarum tidak sukar, dengan menentukan
kehamilan, muntah berlebihan sampai menimbulkan gangguan kehidupan sehari-hari
dan dehidrasi. Muntah terus-menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin dalam rahim dengan manifestasi kliniknya. Oleh karena itu,
Hiperemesis gravidarum berkelanjutan harus dicegah dan harus mendapat
pengobatan yang adequate (Manuaba, 1998).
Adapun
diagnosa lain dari Hyperemesis
gravidarum yaitu :
a.
Amenorhoe
yang disertai muntah yang hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu dan haus yang
hebat. (Wiknjosastro, 2005).
b.
Fungsi vital
Nadi
meningkat 100 kali/menit, tekanan darah turun, pada keadaan berat subfebris dan
gangguan kesadaran (apatis/koma).
c. Fisik
Pada
keadaan berat kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan turun, vaginal thoucher portio lunak, uterus
besar sesuai kehamilan.
G.
Penatalaksanaan Hiperemesisi Gravidaeum
a.
Penanganan
1.
Pencegahan dengan memberikan informasi dan edukasi tentang
kehamilan kepada ibu – ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa
takut, juga tentang diet ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak, tetapi dalam
porsi sedikit – sedikit namun sering, jangan tiba – tiba berdiri waktu bangun
pagi, akan terasa oyong, mual dan muntah, defekasi hendaknya diusahakan teratur
2.
Terapi obat, menggunakan sedative (luminal, stesolid), vitamin
(B1 dan B6), anti muntah (mediamer B6, drammamin, avopreg, avomin, torecan),
antasida dan anti mulas
3.
Hiperemesis gravidarum
tingkat II dan III harus dirawat inap dirumah sakit :
a.
Kadang – kadang pada beberapa wanita hanya tidur dirumah sakit
saja, telah banyak mengurangi mual muntahnya
b.
Isolasi, jangan terlalu
banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk, kadang
kala hal ini saja tanpa pengobatan khusus telah mengurangi mual dan muntah
c.
Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah
suatu hal yang wajar, normal dan fisiologis, jadi tak perlu takut dan khawatir.
Cari dan coba hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosio ekonomi dan
pekerjaan serta lingkungan
d.
Penambahan cairan. Berikan infuse dekstrosa / glukosa 5%
sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam
e.
Berikan obat – obatan seperti telah dikemukakan diatas
b.
Pengobatan
(Manuaba, 1998).
Memberikan obat pada hiperemesis gravidarum sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter, sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat
teratogenik (dapat menyebabkan kelainan kongenital cacat bawaan bayi).
Adapun komponen (susunan obat) yang dapat
diberikan adalah :
1)
Sedativa
ringan
2)
Phenobarbital
(luminal) 30 mgr.
3)
Valium.
4)
Anti
alergi
5)
Anthistamin
6)
Dramamin
7)
Avomin
8)
Obat
anti mual muntah
9)
Mediamer
B6
10)
Vitamin
C
11)
Terutama
vitamin B kompleks
c.
Isolasi dan pengobatan psikologis (terapi)
Dengan melakukan isolasi di ruangan sudah dapat meringankan
wanita hamil karena perubahan suasana dari lingkungan rumah tangga. Petugas
dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi tentang berbagai masalah
yang berkaitan dengan kehamilan.
d.
Penambahan cairan
Dalam keadaan darurat diberikan cairan pengganti sehingga
keadaan dehidrasi dapat diatasi. Cairan pengganti yang diberikan adalah glukosa
5% sampai 10% dengan keuntungan dapat mengganti cairan yang hilang dan
berfungsi sebagai sumber energi, sehingga terjadi perubahan metabolisme dari
lemak dan protein menuju ke arah pemecahan glukosa. Dalam cairan
dapat ditambahkan vitamin C, B kompleks atau kalium yang diperlukan untuk
kelancaran metabolisme.
Selama pemberian cairan harus mendapat
perhatian tentang keseimbangan cairan yang masuk dan keluar melalui kateter,
nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan. Lancarnya pengeluaran urine
memberikan petunjuk bahwa keadaan wanita hamil berangsur-angsur baik.
e. Menghentikan
kehamilan
Pada beberapa kasus, pengobatan hyperemesis gravidarum tidak berhasil
malah terjadi kemunduran dan keadaan semakin menurun sehingga diperlukan
pertimbangan untuk melakukan gugur kandung. Keadaan yang memerlukan
pertimbangan gugur kandung yaitu :
1) Gangguan kejiwaan
2) Gangguan penglihatan
3) Gangguan faal
H.
Prognosis
Dengan
penanganan yang baik, pengobatan hyperemesis gravidarum yang dirawat di rumah sakit hampir
seluruhnya dapat dipulangkan dengan sangat memuaskan, sehingga kehamilannya
dapat diteruskan.
ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah kondisi ibu dengan
kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002).
Anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III
atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002).
Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi
karena hemodilusi, terutama pada trimester 2.
Anemia dalam kehamilan yang
disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah,
bahkan murah. Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan
haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36
minggu (Wiknjosastro, 2002).
B. Masalah
Frekuensi
ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5&, sedangkan
di Amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu
hamil merupakan predisposisi anemia defisiensi ibu hamil di Indonesia.
Menurut WHO, 40% kematian ibu di
negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak
jarang keduanya saling berinteraksi. kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800
mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan
eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2 -3 mg
besi/hari. Perlu diingat ada beberapa kondisi yang menyebabkan defisiensi
kalori-besi, misalnya infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia.
Efek samping berupa gangguan perut
pada pemberian besi oral menurunkan kepatuhan pemakaian secara missal, ternyata
rata – rata hanya 15 tablet yang dipakai oleh wanita hamil.
C.
Etiologi Terjadinya Anemia
Menurut Mochtar
(1998), disebutkan bahwa penyebab terjadinya anemia adalah :
a.
Kurang Gizi (Mal Nutrisi)
Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan
menderita anemia.
b.
Kurang Zat Besi Dalam Diet
Diet berpantang
telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia karena
diet.
c.
Mal Absorbsi
Penderita
gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi
karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti
kopi, teh atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.
d.
Kehilangan banyak darah
Persalinan yang
lalu, dan lain-lain semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan
melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia.
Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap kehamian akan menguras persediaan
zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya.
e.
Penyakit-Penyakit Kronis
Penyakit-penyakit
kronis seperti : TBC Paru, Cacing usus, dan Malaria dapat menyebabkan anemia.
D. Penanganan
umum
Pemberian
kalori 300 kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari kiranya cukup
mencegah anemia. Perlu dibuat diagnosa banding sehingga terapi ditujukan dengan
tepat.
E. Pengaruh anenmia terhadap kehamilan,
persalinan dan nifas
1) Keguguran
2) Partus prematurus
3) Inersia uteri dan partus lama, ibu
lemah.
4) Atonia uteri dan menyebabkan
pendarahan
5) Syok
6) Afibrinogemia dan hipofrinogenemia.
7) Infeksi Intrapartum dan dalam nifas.
8) Bila terjadi anemia gravis (Hb
dibawah 4 gr%) terjadi payah jantung, yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan
persalinan, bahkan bisa fatal.
PENILAIAN KLINIK
F. Klasifikasi
anemia dalam kehamilan
1) Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah. Pengobatannnya yaitu keperluan zat besi untuk ibu hamil, tidak hamil dan
dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi yang dapat diberikan
melalui :
a. Terapi oral adalah dengan memberikan
preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian
preparat 60 mg/hari dapat dinaikkan kadar Hb sebanyak 1gr %/bulan.
b. Terapi parenteral diperlukan apabila
penderita tidak tahan akan zat besi per oral dan adanya gangguan penyerapan,
penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Pemberian preparat
parental dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 × 10
ml/IM dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%.
2) Anemia megaloblastik (29,0%)
Biasanya berbentuk makrositik atau
pernisiosa. Penyebabnya adalah kekurangan asam folik, jarang sekali akibat
karena kekurangan Vitamin B12. biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang
kronik.
Pengobatan :
Asam tolik 15 – 30 / hari.
Vitamin B12 3 x 1 tablet perhari.
Sulfas ferosus 3 x 1 tablet per
hari.
Pada kasus berat dan pengobatan oral
hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah
3) Anemia hipoplastik (8,0%)
Anemia hipoplasti Disebabkan oleh
hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :
Darah tepi lengkap.
Pemeriksaan fungsi sternal.
Pemeriksaan retikulosif, dan
lain-lain.
Terapi dengan obat-obatan dan
memuaskan, mungkin pengobatan yang paling baik yaitu tranfusi darah, yang perlu
sering diulang.
4) Anemia hemolitik (sel sickle) (0,7%)
Anemia hemolitik disebabkan
penghancuran / pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya ini
dapat disebankan oleh :
a) Faktor intra korpuskuler: dijumpai
pada anemia hemolitik heriditer, tala semia, anemia sel sickle (sabit),
hemoglobinopati C, D, G, H, I, dan paraksimal hokturnal hemoglobinuria.
b) Faktor ekstra korpuskuler: disebabkan malaria,
sepsis, keracunan zat logam, dan dapat beserta obat-obatan, leukimia, penyakit
hodgkin, dan lain-lain.
Pengobatannya tergantung pada anemia
jenis hemolitik serta penyebabnya. Jika disebabkan infeksi mata maka infeksinya
di berantas dulu dan diberikan obat penambah darah.
G. Pembagian
anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak
anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia
ringan : Hb 9,00 – 10,00 gr%
3. Anemia
sedang : Hb 7,00 – 8,00 gr%
4. Anemia
berat : Hb < 7,00 gr %
H. Gejala
dan tanda
keluhan
lemah, pucat, mudah pingsan sementara tensi masih dalam batas normal, perlu di
curigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi,
pucat.
I. Komplikasi
Anemia Dalam Kehamilan
Komplikasi
anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh langsung terhadap janin, sedangkan
pengaruh komplikasi pada kehamilan dapat diuraikan, sebagai berikut :
1. Bahaya
Pada Trimester I
Pada
trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan
congenital, abortus / keguguran.
2. Bahaya
Pada Trimester II
Pada
trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum
sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu.
3. Bahaya
Saat Persalinan
Pada
saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin
lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu
cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif
(Mansjoer dkk, 2008).
J. Patofisiologi
Darah bertambah banyak dalam kehamilan
yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel
darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran
darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00%
dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu lambat
sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian
diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama
pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat
dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk
meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi
perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu
persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan
apabila darah ibu tetap kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti
pembentukan sel darah merah yang seimbang dapat menyebabkan anemia.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu.
K. Diagnosis
Pemeriksaan
kadar Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan
spektrofotometri merupakan standar, kesulitan ialah alat ini hanya tersedia di
kota.
Di
Indonesia penyakit penyakit kronik seperti : malaria dan TBC masih relatif
sering dijumpai sehingga pemeriksaan khusus : darah tepi dan sputum perlu
dilakukan. Selanjutnya pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi
asm folat dan thalasemia juga harap dimungkinkan. Pemeriksaan MCV penting untuk
menyingkirkan thalasemia. Bila terdapat batas : MCV <80 Ul dan kadar RDW (red cell distrubution width) > 14 %
mencurigai akan penyakit ini. Kadar HbF > 2% dan HbA 2 yang abnormal akan
menentukan jenis thalasemia.
L. PENANGANAN
Terapi
anemia defisiensi ialah dengan preparat besi oral atau parenteral. Terapi oral
ialah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat atau Na-fero
bisitrat.
Pemberian
preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping
pada traktus gastrointestinal relative kecil pada pemberian preparat Na-fero
bisitrat dibandingkan dengan fero sulfat.
Kini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam folat untuk
profilaksis anemia.
Pemberian
preparat parental yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena
atau 2 × 10 ml/im pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu
2 g%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada
traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek
samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan dosis
0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi dapat diberikan seluruh dosis.
ABORTUS
A. Definisi
Abortus
adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup di luar kandungan.
Abortus
spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensiluar
(buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.Terminologi umum untuk masalah ini
adalah keguguran atau miscarriage.
Abortus
buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. Terminologi
untuk keadaan ini adalah pengguguran, aborsi, atau abortus provokatus.
B. Masalah
:
·
Perdarahan bercak hingga derajat sedang
pada kehamilan muda
·
Perdarahan massif atau hebat pada kehamilan
muda
C. Penanganan
umum :
·
Lakukan penilaian awal untuk segera
menentukan kondisi pasien (gawat, darurat, komplikasi berat atau masih cukup
stabil)
·
Pada kondisi gawat darurat, segera
upayakan stabilisai pasien sebelum melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik
atau merujuk)
·
Penilaian medik untuk menentukan
kelainan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk kerumah sakit
-
Bila pasien syok atau kondisinya
memburuk akibat perdarahan hebat, segera atasi komplikasi tersebut
-
Gunakan jarum infuse besar (16 G atau
lebih besar) dan berikan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan
garam fisiologis atau Ringer
-
Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji
pandanan-silang (crossmatch)
·
Ingat : kemungkinan hamil ektopik pada
pasien hamil muda dengan syok berat
·
Bila terdapat tanda – tanda sepsis,
berikan antibiotika yang sesuai
·
Temukan dan hentikan dengan segera
sumber perdarahan
·
Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi
pasca tindakan atau perkembangan lanjutan
D. Diagnosa
dan penatalaksanaan perdarahan pada kehamilan muda
Perdarahan
|
Serviks
|
Uterus
|
Gejala/tanda
|
Diagnosis
|
Tindakan
|
Bercak
hingga sedang
|
Tertutup
|
Sesuai
dengan usia kehamilan
|
Kram
perut bawah
Uterus
lunak
|
Abortus
imminens
|
Observasi
perdarahan
Istirahat
Hindarkan
coitus
|
Sedikit
membesar dari normal
|
Limbung
atau pingsan
Nyeri
perut bawah
Nyeri
goyang porsio
Massa
adneksa
Cairan
bebas intraabdomen
|
Kehamilan
ektopik yang terganggu
|
Laparotomi
dan parsial salpingektomi atau salpingostomi
|
||
Tertutup/terbuka
|
Lebih
kecil dari usia kehamilan
|
Sedikit/tanpa
nyeri perut bawah
Riwayat
ekspulsi hasil konsepsi
|
Abortus
komplit
|
Tidak
perlu terapi spesifik kecuali perdarahan berlanjut atau terjadi infeksi
|
|
Sedang
hingga masif /banyak
|
Terbuka
|
Sesuai
usia kehamilan
|
Kram
atau nyeri perut bawah
Belum
terjadi akspelsi hasil konsepsi
|
Abortus
insipiens
|
Evakuasi
|
Kram
atau nyeri perut bawah
Ekspulsi
sebagian hasil konsepsi
|
Abortus
inkomplit
|
evakuasi
|
|||
Terbuka
|
Lunak
dan lebih besar dari usia kehamilan
|
Mual/muntah
Kram
perut bawah
Sindroma
mirip pre eklampsia
Tak
ada janin ke luar jaringan seperti anggur
|
Abortus
mola
|
Evakuasi
tatalaksana mola
|
|
PENILAIAN KLINIK
E.
Jenis abortus
Abortus
spontan
·
Abortus imminens
Terjadi perdarahan
bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam
kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau di pertahankan.
·
Abortus insipiens
Perdarahan ringan
hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam
kavum uteri. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan
berlanjut menjadi abortus inkomplit atau kompit.
·
Abortus inkomplit
Perdarahan pada
kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri melalui kanalis servikalis.
·
Abortus komplit
Perdarahan pada kehamilan muda
dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri.
Abortus
infeksiosa
abortus infeksiosa adalah
abortus yang disertai komplikasi infeksi. adanya penyebaran kuman atau toksin
ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan deptikemia, sepsis,
atau peritonitis.
Retensi janin mati (Missed abortion)
Perdarahan pada kehamilan
muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu
atau lebih. Biasanya diagnosis tidak dapat ditentukan hanya dalam satu kali
pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan dan pemeriksaan ulangan.
Abortus tidak aman (Unsafe abortion)
Upaya untuk terminasi
kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai cukup
keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan
jiwa pasien.
F.
PENANGANAN
a.
Penilaian awal
Untuk penanganan yang
memadai, segera lakukan penilaian dari :
·
Keadaan umum pasien
·
Tanda – tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan
sistolik < 90 mmHg, nadi >112 x/menit)
·
Bila syok disertai massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya
cairan bebas dalam kavum pelvis; pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang
terganggu
·
Tanda – tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, secret berbau
pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang porsio,
dehidrasi, gelisah atau pingsan)
·
Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksanakan
pada fasilitas kesehatan setempat atau di rujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
b.
Penanganan spesifik
Abortus
imminens
·
Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring secara
total
·
Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual
·
Bila perdarahan :
-
Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila
terjadi perdarahan lagi
-
Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola)
-
Pada fasilitasi kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya
dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologik
Abortus
insipiens
·
Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
Bila usia gestasi ≤ 16
minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah
bagian – bagian janin dikeluarkan
Bila usia gestasi ≥ 16
minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan Kuretase (D&K)
·
Bila prosedur evakuasi tidak segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih
besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
-
Infus Oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8
tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi
kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi
-
Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
-
Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat
diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
·
Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan
AVM atau D&K (hati – hati resiko perforasi)
Abortus
inkomplit
·
Tentukan besar uterus (taksir usia kehamilan), kanali dan atasi setiap
komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)
·
Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan
hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah
itu evaluasi perdarahan :
-
Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg per oral
-
BIla perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan
AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan
keberadaan bagian – bagian janin)
·
Bila tak ada tanda – tanda infeksi, beri antibiotika profilaksis
(ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
·
Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg setiap
8 jam
·
Bila terjadi perdarahan hebat dan usia kehamilan dibawah 16 minggu,
segera lakukan evakuasi dengan AVM
·
Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari
selama 2 minggu (anemia sedang) atau tranfusi darah (anemia berat).
Pada beberapa kasus,
abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh sebab itu,
perhatikan hal – hal berikut ini :
·
Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus
atau cedera intra – abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demem, perut kembung,
nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri ulang lepas)
·
Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik
·
Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada
dinding vagina atau kanalis servisis dan pasien pernah di imunisasi
·
Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti
tetanus (ATS) 1500 Unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml
setelah 4 minggu
·
Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran atau pemantauan lanjut
Abortus
Komplit
·
Apabila kondisi pasien baik, cukup beri
tablet Ergometrin 3×1 tablet/hari untuk 3 hari
·
Apabila pasien mengalami anemia sedang,
berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu diserai dengan
anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging,
telur). Untuk anemia berat, berikan transfusi darah.
·
Apabila tidak terdapat tanda – tanda
infeksi tidak perlu diberi antibiotika atau apabila khawatir akan infeksi dapat
diberi antibiotika profilaksis.
Abortus
infeksiosa
·
Kasus ini berisiko tinggi untuk terjadi
sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang
memadai, rujuk pasien ke rumah sakit.
·
Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi
cairan yang hilang dengan NS atau RL melalui infuse dan berikan antibiotika
(misalnya : ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg).
·
Jika ada riwayat abortus tidak aman,
beri ATS dan TT.
·
Pada fasilitas kesehatan yang lengkap,
dengan perlindungan antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga
kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus sesegera mungkin
(lakukan secara hati – hati karena tingginya kejadian perforasi pada kondisi
ini).
Kombinasi antibiotika untuk abortus
Infeksiosa
Kombinasi antibiotika
|
Dosis oral
|
Catatan
|
Ampisilin dan
metronidazol
|
3
× 1 g oral dan 3 × 500 mg
|
Berspektrum
luas dan mencakup untuk gonorrhea dan bakteri anaerob
|
Tetrasiklin dan
Klindamisin
|
4
× 500 mg dan 2 × 300 mg
|
Baik
untuk klamidia, gonorrhea dan bakteroides fragilis
|
Trimethoprim dan
Sulfamethoksazol
|
160
mg dan 800 mg
|
Spectrum
cukup luas dan harganya relatif murah
|
Antibiotika parenteral untuk
abortus septik
Antibiotika
|
Cara pemberian
|
Dosis
|
Sulbenisilin
Gentamisin
Metronidazol
|
IV
|
3
× 1 G
2
× 80 MG
2
× 1 G
|
Seftriaksone
|
IV
|
1
× 1 G
|
Amoksisiklin
+ Klavulanik Acid
Klindamisin
|
IV
|
3
× 500 MG
3
× 600 MG
|
Missed
abortion
Missed abortion
seharusnya di tangani di rumah sakit atas pertimbangan :
·
Plasenta dapat melekat sangat erat di
dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan
risiko perforasi lebih tinggi.
·
Pada umumnya kanalis servisis dalam
keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama
12 jam.
·
Tingginya kejadian komplikasi
hipofibrinogenemia yang berlanjut denga gangguan pembukaan darah.
Bab
III
Pembahasan
Dalam bab ini
penulis akan membahas tentang tinjauan kasus pada Ny. “S” usia
kehamilan 10 minggu 4 Hari dengan Hyperemesis Gravidarum
Tingkat II di Rb Damayanti, tanggal 31
maret 2012. Pembahasan
ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan pendekatan proses
manajemen soap yaitu : subyektif, obyektif, assasmant, planning.
Analisa data dasar :
Sebagai langkah awal pengumpulan data dilakukan melalui
anamnese yang meliputi data subyektif dan obyektif pada ny “S”
Data subyektif :
1. Ibu
mengeluh mual muntah 10 x lebih dalam sehari sudah satu minggu dan merasa Lemas
2. Ibu
mengatakan ini kehamilan pertamanya tidak pernah keguguran.
Data obyektif :
1.
Ibu tampak lebih lemas
2.
Mata cekung, konjungtiva pucat, skelera
ikterik
3.
Bibir tampak lebih kering dan
pecah-pecah
4.
Lidah kering dan kotor
5.
Berat badan turun dari 45 kg menjadi 42 kg
Dengan demikian apa yang dijelaskan
pada teori dan ditemukan pada tinjauan kasus secara garis besar tidak ada
perbedaan
Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual :
Dalam penegakkan suatu diagnosa
kebidanan atau masalah kebidanan berdasarkan pendekatan asuhan kebidanan
didukung oleh beberapa data baik data obyektif maupun data subyektif yang
diperoleh dan hasil pengkajian yang telah dilaksanakan.
Sedangkan pada kasus Ny. ”S” di dapatkan
keluhan berupa mual muntah terus menerus, ibu lebih lemas, mata cekung konjungtiva
pucat dan scelera ikterik, bibir tampak kering dan pecah-pecah, lidah kering
dan kotor, berat badan menurun dari 45 kg menjadi 42 kg.
Dengan penjelasan tinjauan teori dan
tinjauan asuhan kebidanan ternyata terdapat kesamaan pada beberapa aspek
sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan untuk tindakan selanjutnya.
Adapun diagnosa / masalah aktual yang dapat diidentifikasi pada Ny. “S” yaitu :
Diagnosa : GI A0 P0, usia kehamilan 10 minggu 4 hari (ballotement), keadaan ibu dengan hyperemesis
gravidarum tingkat II.
Dan dapat disimpulkan bahwa Ny. “S” dengan kasus hyperemesis gravidarum tingkat II.
Merumuskan Diagnosa / Masalah
Potensial
Berdasarkan teori yang diperoleh bahwa setiap diagnosa /
masalah aktual memiliki potensial atau kemungkinan untuk menjadi berat. Oleh
karena itu, perlu dilakukan antisipasi sebelum keadaan itu terjadi, pada kasus
hyperemesis gravidarum tingkat II pada
Ny. “S” diagnosa / masalah potensial yang dapat terjadi adalah potensial
terjadi hyperemesis
gravidarum tingkat III dan gangguan pertumbuhan serta perkembangan janin.
Apabila tidak ditangani dengan baik maka akan mengancam jiwa ibu dan bayinya.
Pada kasus Ny. “S” setiap kali makan selalu dimuntahkan jika
tidak mendapat penanganan yang baik
makan akan terjadi hyperemesis
gravidarum tingkat III yang menyebabkan dehidrasi yang berat yang dapat
mengancam jiwa ibu dan janinnya. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa
tidak ada kesenjangan antara tinjauan teori dengan kasus yang ditemukan, karena
dalam tinjauan pustaka hyperemesis gravidarum tingkat II bila tidak ditangani segera
akan berlanjut menjadi hyperemesis gravidarum tingkat III (Wiknjosastro, 2005).
Tindakan Segera dan Kolaborasi
Berdasarkan tinjauan teori, bahwa
penanganan atau tindakan yang harus dilakukan pada kasus Hyperemesis Gravidarum adalah
pemberian caiaran infus intravena yaitu : Dextrose 5%: 20 tts/mnt serta
pemberian obat-obatan .
Pada kasus Ny. “S”, tindakan segera telah dilakukan oleh dan
tenaga kesehatan yaitu pemasangan infus dan pemberian obat-obatan.
Rencana
tindakan asuhan kebidanan
Menyusun suatu rencana tindakan aktual dan potensial dengan
menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Dalam perencanaan ini disusun berdasarkan
teori dan disesuaikan dengan kebutuhan ibu.
Pada tinjauan teori perencanaan tindakan dengan hyperemesis gravidarum tingkat II
yaitu dengan pencegahan, obat-obatan, terapi psikologis dan pemberian cairan
perenteral.
Sedangkan perencanaan tindakan berdasarkan tujuan yang akan
dicapai dan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Pada tinjauan asuhan
kebidanan pada Ny. “S” yang telah dilakukan di lahan praktik meliputi :
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan pada ibu dan
jelaskan tentang kondisi yang di alaminya.
2.
Mengobservasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital
3. Mengobservasi mual dan muntah
4. Anjurkan ibu makan sedikit tapi
sering.
5. Hindarkan makanan dan minuman yang dapat
merangsang mual dan muntah
6.
Pertahankan
kebersihan mulut sebelum dan sesudah makan.
7. Membatasi pengunjung.
8. Memberikan dukungan psikologi pada ibu
dengan melibatkan suami atau keluarga.
9.
Mempertahankan
intake dan output sesuai kebutuhan
10. Penatalaksanaan
pemberian cairan intravena yaitu Dextrose 5 %
11. Penatalaksanaan
pemberian obat - obatan.
Namun demikian dari perencanaan yang dilakukan
pada kasus Ny. “S”. Hal tersebut
disebabkan
karena belum
adanya fasilitas khusus yang disiapkan oleh pihak rumah sakit. Hanya saja
keluarga
pasien dan
pembesuk dibatasi agar ibu dapat istirahat dengan tenang.
Implementasi Asuhan Kebidanan
Pada tahap
asuhan kebidanan pada Ny. “S” bidan melaksanakan
sesuai dengan rencana dan seluruh tindakan yang dilakukan sudah berorientasi
pada kebutuhan ibu sehingga tujuan dapat dicapai. Hal ini ditunjang oleh ibu
yang kooperatif dalam menerima saran dan tindakan yang diberikan.
Dalam hal
ini intake makanan, pemberian diet
sudah diatur dengan kebutuhan ibu, hanya saja ibu tidak dapat menghabiskan
porsi makan yang diberikan, nafsu makan ibu sangat kurang. Mengenai
keseimbangan cairan, di dalam teori mengatakan bahwa jika terjadi dehidrasi,
kolaborasi dengan pemberian infus Dextrose 5 % dan ternyata ibu mengalami
dehidrasi ditandai dengan mata cekung, konjungtiva pucat, sklera ikterik, bibir
pecah-pecah, lidah kering dan kotor, penurunan BB 3 kg dari BB sebelumnya.
Sehingga pemberian infus dengan Dextrose 5 % : 20 tetes / menit tetap dilanjutkan untuk mengganti cairan
yang keluar.
Evaluasi :
Pada proses evaluasi merupakan langkah akhir dari proses
manajemen asuhan kebidanan. Evaluasi akhir pada Ny. “S” menunjukkan
adanya kemajuan dan keberhasilan dalam mengatasi hyperemesis
gravidarum tingkat II yang dihadapi oleh ibu.
Evaluasi merupakan tahapan dalam asuhan
kebidanan yang penting guna mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai.
Dalam evaluasi selama 3 kali pemeriksaan pada Ny. “S” yang telah dilakukan
untuk kasus hyperemesis gravidarum tingkat II menunjukkan adanya
perubahan dengan hasil evaluasi masalah yang telah teratasi antara lain :
1.
Hyperemesis
gravidarum teratasi ditandai dengan mual dan muntah sudah berkurang, nafsu
makan baik.
2. Tidak terjadi dehidrasi berat.
Dengan demikian pada tinjauan teori dan
studi kasus pada Ny. “S” dilakukan
praktik secara garis besar tampak adanya persamaan dan sesuai prosedur. Hal ini
dibuktikan karena masalah sudah dapat teratasi dengan baik
Bab
IV
Penutup
Kesimpulan
Hyperemesis gravidarum yang merupakan
komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat
menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh. Mengingat
bahaya Hyperemesis Gravidarum yang cukup banyak dan sering tidak diketahui dan
diperhatikan ibu hamil karena dianggap sebagai hal yang wajar pada kehamilan
muda dan tanpa disadari komplikasi tersebut dapat mempengaruhi status kesehatan
ibu dan janin bahkan dapat menyebabkan kematian ibu. Pada kasus Ny “S” tindakan segera yang dilakukan pada kasus Hyperemesis Gravidarum adalah
pemberian cairan infus intravena yaitu : Dextrose 5% : 20 tts/mnt serta
pemberian obat-obatan. Asuhan yang diberikan pada Ny “S” yaitu : pada kehamilan
kehamilan 10 Minggu 2 Hari dengan hyperemesis gravidarum tingkat II sesuai dengan rencana
tindakan dengan dilakukan pemberian obat-obatan, dan cairan parenteral.
Selain
hyperemesis gravidarum penyakit dalam masa kehamilan seperti anemia dan abortus
juga dapat memiliki resiko kematian ibu dan bayi. Kejadian anemia pada ibu
hamil harus selalu di waspadai mengingat anemia dapat meningkatkan resiko angka
prematuritas, BBLR, dan angka kematian bayi. Untuk mengetahui kejadian anemia
pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil,
yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang – kunang, nafsu makan turun
(anoreksia), napas pendek (pada anemia berat). Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi
dengan usia kehamilan kurang dari 20 – 22 minggu dan berat kurang dari 500
gram.
Gejala abortus :
1. Terlambat haid atau amenore kurang
dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak
lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi
normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam, mungkin
disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas
simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
Saran :
Menganjurkan ibu untuk
melakukan pemeriksaan secara teratur agar dapat terdeteksi secara dini bila ada
kelaianan sehubungan dengan kehamilannya. Pentingnya
kesiapan mental dan fisik dalam setiap kehamilan agar status kesehatan ibu dan
janin tetap optimal. Menganjurkan ibu untuk segera ke rumah sakit atau
puskesmas terdekat bila mengalami salah satu dari tanda bahaya kehamilan. Diharapkan tenaga kesehatan mampu melaksanakan asuhan kebidanan
khususnya pada ibu hamil
DAFTAR
PUSTAKA
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri.
Delfi Lutan. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta : EGC.
Manuaba IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta : EGC.
Nurlaela, 2010. Buku Ajar : Asuhan
Kebidanan I (Kehamilan). Untuk digunakan di lingkungan sendiri. Program D
III Kebidanan. Makassar.
Saifuddin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi
1 Cetakan 1. Jakarta : YBP
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Cetakan Kedua. Jakarta :
Media Aesculapius
Wasnidar, 2007, Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep
dan Penatalaksanaan, Jakarta : Trans Info Media
Manuaba IBG, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : EGC
Mansjoer A, dkk, 2008, Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Acsulapius
Wiknjosastro. H, 2005. Ilmu Kandungan.
Edisi 3 Cetakan 7. Jakarta : YBP SP
http://xa-dewie.blogspot.com/2010/10/komplikasi-dan-penyulit-kehamilan.html
www.medika.blogspot.com. Hubungan_psikologik_hiperemesis_gravidar um_html. Di akses pada tanggal 27 Mei 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar